Sabtu, 22 April 2017

ADAB DALAM MENUNTUT ILMU

Adab dalam menuntut ilmu adalah perkara yang sangat penting, maka dari itu para ulama senantiasa memperhatikan adab-adab tersebut.
Suatu ketika Imam Laits bin Sa’ad melihat para penuntut hadits, kemudian beliau melihat ada kekurangan dalam adab mereka, maka beliau berkata: “Apa ini!? Sungguh belajar adab walaupun sedikit lebih kalian butuhkan dari pada kalian belajar banyak ilmu”. (Al-Jami’:1/405)

Imam Adz-Dzahabi berkata: “Penuntut ilmu yang datang di majelis Imam Ahmad lima ribu orang atau lebih, lima ratus menulis hadits, sedangkan sisanya duduk untuk mempelajari akhlaq dan adab beliau”. (Siyar A’lamun Nubala’:11/316)
Berkata Abu Bakar Bin Al-Muthowi’i : “Saya keluar masuk di rumah Abu Abdillah (Imam Ahmad Bin Hambal) selama 12 tahun sedangkan beliau sedang membacakan kitab Musnad kepada anak-anaknya. Dan selama itu saya tidak pernah menulis satu hadits pun dari beliau, hal ini disebabkan karena saya datang hanya untuk belajar akhlaq dan adab beliau”. (Siyar A’lamun Nubala’:11/316)
Berkata Sufyan bin Sa’id Ats-Tsauri –
rahimahullah-: “Mereka dulu tidak mengeluarkan anak-anak mereka untuk mencari ilmu hingga mereka belajar adab dan dididik ibadah hingga 20 tahun”. (Hilyatul-Aulia Abu Nuaim 6/361)
Berkatalah Abdullah bin Mubarak –
rahimahullah-: “Aku mempelajari adab 30 tahun dan belajar ilmu 20 tahun, dan mereka dulu mempelajari adab terlebih dahulu baru kemudian mempelajari ilmu”. (Ghayatun-Nihayah fi Thobaqotil Qurro 1/446)
Dan beliau juga berkata: “Hampir-hampir adab menimbangi 2/3 ilmu”. (Sifatus-shofwah Ibnul-Jauzi 4/120)
Al-Khatib Al-Baghdadi menyebutkan sanadnya kepada Malik bin Anas , dia berkata bahwa Muhammad bin Sirrin berkata (- rahimahullah-): “Mereka dahulu mempelajari adab seperti mempelajari ilmu”. (Hilyah: 17. Jami’ li Akhlaqir-Rawi wa Adabis-Sami’ 1/49)
Berkata Abullah bin Mubarak : “Berkata kepadaku Makhlad bin Husain –
rahimahullah-: “Kami lebih butuh kepada adab walaupun sedikit daripada hadits walaupun banyak”. (Jami’ li Akhlaqir-Rawi wa Adabis-Sami’ 1/80)
Mengapa demikian ucapan para ulama tentang adab? Tentunya karena ilmu yang masuk kepada seseorang yang memiliki adab yang baik akan bermafaat baginya dan kaum muslimin.
Berkata Abu Zakariya Yaha bin Muhammad Al-Anbari – rahimahullah -: “Ilmu tanpa adab seperti api tanda kayu bakar sedangkan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh”. (Jami’ li Akhlaqir-Rawi wa Adabis-Sami’ 1/80)
Demikian ya ikhwah, adab dan akhlak adalah 2 sifat yang penting sebelum kita berani berfatwa, berani berbicara ini halal dan ini haram, ini boleh dan tidak boleh, si fulan kafir atau masih muslim, oleh karenanya kita juga harus memperhatikan di mana dia mengambil ilmu tersebut dan berhati-hati dalam memilih pengajar dan guru.
Imam Malik Bin Anas berkata: “Tidak boleh mengambil ilmu dari empat orang: Orang yang bodoh walaupun hafalannya banyak (bagaikan orang yang berilmu),
Ahlil bid’ah yang menyeru kepada kesesatannya, Orang yang terbiasa berdusta ketika berbicara dengan manusia walaupun dia tidak berdusta ketika menyampaikan ilmunya, dan orang yang shalih, mulia dan rajin beribadah jika dia tidak hafal (dan faham) apa yang akan disampaikan”. (Siyar ‘Alamun Nubala’:8/61)
Imam Al-Khatib Al-Baghdadi berkata: “Seyogyanya bagi para penuntut ilmu untuk belajar kepada ulama’ yang ma’ruf akan agama dan amanahnya”. (Al-Faqif Wal Mutafaqqif:2/96)
[7/3 01.44] Noersandjaja: Yang perlu diperhatikan oleh penuntut ilmu di zaman ini adalah adab dalam menuntut ilmu. Di zaman modern saat ini, beberapa pendidik merasa adab para murid mulai berkurang. Misalnya:
Kurang hormat dengan gurunya
Terlambat ketika menghadiri majelis ilmu
Tidak mengulangi ( muraja’ah ) pelajaran sebelumnya
Padahal dengan adab yang baik maka ilmu tersebut menjadi berkah. Bagaimana ingin mendapatkan keberkahan ilmu jika adabnya saja tidak diperhatikan. Ilmu tersebut mungkin tidak akan bertahan lama atau tidak akan mendapatkan berkah.
Padahal di zaman keemasannya adab menuntut ilmu sangat diperhatikan oleh para ulama. Misalnya:
1. Datang ke majelis ilmu sebelum pelajaran di mulai bahkan ada yang sampai menginap agar dapat tempat duduk terdepan karena majelis ilmu saat itu sangat ramai
2. Menghapal beberapa buku (matan/ringkasan isi) sebelum belajar ke ulama. Bahkan beberapa ulama mempersyaratkan jika ingin belajar kepadanya harus hafal dahulu. Misalnya imam Malik yang mempersyaratkan harus hafal kitab hadits yang tebal yaitu Al-Muwattha‘.
3. Menjaga suasana belajar dengan fokus dan tidak bermain-main. Misalnya bermain gadget atau HP atau mengobrol dengan temannya.
Misalnya kisah berikut ini, dikisahkan oleh Ahmad bin Sinan mengenai majelis Abdurrahman bin Mahdi, guru Imam Ahmad, beliau berkata,
ﻛﺎﻥ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺣﻤﻦ ﺑﻦ ﻣﻬﺪﻱ ﻻ ﻳﺘﺤﺪﺙ ﻓﻲ ﻣﺠﻠﺴﻪ، ﻭﻻ ﻳﻘﻮﻡ ﺃﺣﺪ ﻭﻻ ﻳﺒﺮﻯ ﻓﻴﻪ ﻗﻠﻢ، ﻭﻻ ﻳﺘﺒﺴﻢ ﺃﺣﺪ
“Tidak ada seorangpun berbicara di majelis Abdurrahman bin Mahdi, tidak ada seorangpun yang berdiri, tidak ada seorangpun yang mengasah / meruncingkan pena, tidak ada yang tersenyum.” (Siyaru A’lamin Nubala ‘ 17/161, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah).
Berikut beberapa kisah dari ulama, mereka menekankan agar belajar adab dahulu baru ilmu. Imam Malik
rahimahullahu mengisahkan,
ﻗﺎﻝ ﻣﺎﻟﻚ : ﻗﻠﺖ ﻷﻣﻲ : ” ﺃﺫﻫﺐ، ﻓﺄﻛﺘﺐ ﺍﻟﻌﻠﻢ؟ “ ، ﻓﻘﺎﻟﺖ : ” ﺗﻌﺎﻝ، ﻓﺎﻟﺒﺲ ﺛﻴﺎﺏ ﺍﻟﻌﻠﻢ “ ، ﻓﺄﻟﺒﺴﺘﻨﻲ ﻣﺴﻤﺮﺓ، ﻭﻭﺿﻌﺖ ﺍﻟﻄﻮﻳﻠﺔ ﻋﻠﻰ ﺭﺃﺳﻲ، ﻭﻋﻤﻤﺘﻨﻲ ﻓﻮﻗﻬﺎ، ﺛﻢ ﻗﺎﻟﺖ : ” ﺍﺫﻫﺐ، ﻓﺎﻛﺘﺐ ﺍﻵﻥ “ ، ﻭﻛﺎﻧﺖ ﺗﻘﻮﻝ : ” ﺍﺫﻫﺐ ﺇﻟﻰ ﺭﺑﻴﻌﺔ، ﻓﺘﻌﻠًّﻢْ ﻣﻦ ﺃﺩﺑﻪ ﻗﺒﻞ ﻋﻠﻤﻪ
“Aku berkata kepada ibuku, ‘Aku akan pergi untuk belajar.’ Ibuku berkata,’Kemarilah!, Pakailah pakaian ilmu!’ Lalu ibuku memakaikan aku
mismarah (suatu jenis pakaian) dan meletakkan peci di kepalaku, kemudian memakaikan sorban di atas peci itu. Setelah itu dia berpesan, ‘Sekarang, pergilah untuk belajar!’ Dia juga pernah mengatakan, ‘Pergilah kepada Rabi’ah (guru Imam Malik, pen)! Pelajarilah adabnya sebelum engkau pelajari ilmunya!’.” (‘Audatul Hijaab 2/207, Muhammad Ahmad Al-Muqaddam, Dar Ibul Jauzi, Koiro, cet. Ke-1, 1426 H, Asy-Syamilah)
Berkata Adz-Dzahabi rahimahullahu,
ﻛﺎﻥ ﻳﺠﺘﻤﻊ ﻓﻲ ﻣﺠﻠﺲ ﺃﺣﻤﺪ ﺯﻫﺎﺀ ﺧﻤﺴﺔ ﺁﻻﻑ – ﺃﻭ ﻳﺰﻳﺪﻭﻥ ﻧﺤﻮ ﺧﻤﺲ ﻣﺎﺋﺔ – ﻳﻜﺘﺒﻮﻥ، ﻭﺍﻟﺒﺎﻗﻮﻥ ﻳﺘﻌﻠﻤﻮﻥ ﻣﻨﻪ ﺣﺴﻦ ﺍﻷﺩﺏ ﻭﺍﻟﺴﻤﺖ
“Yang menghadiri majelis Imam Ahmad ada sekitar 5000 orang atau lebih. 500 orang menulis [pelajaran] sedangkan sisanya hanya mengambil contoh keluhuran adab dan kepribadiannya.” (Siyaru A’lamin Nubala’ 21/373, Mu’assasah Risalah, Asy-syamilah).
Mari kita perbaiki adab kita dalam menuntut ilmu dan mengikhlaskannya kepada Allah.


Kunjungi Channel Kami di SINI

Tidak ada komentar:
Write komentar