Sabtu, 22 April 2017

HUKUM MENIKAHI WANITA MELAKUKAN HUBUNGAN SUAMI ISTRI DALAM KONTEKS "PRA NIKAH"


“Apakah hukum dalam agama Islam menikah dengan wanita yang pernah berzina atau sudah tidak perawan lagi akibat pergaulan bebas?
Ada dua kategori wanita yang tidak perawan, yaitu karena berstatus janda atau pernah berzina. Yang dimaksud dalam judul tulisan ini adalah makna yang kedua.
Pertanyaan itu timbul karena ada firman Allah dalam QS An-Nur 24:3 yang menyatakan:
“Seorang lelaki pezina tidak boleh menikah kecuali dengan wanita pezina atau wanita musyrik. Seorang wanita pezina tidak boleh menikah kecuali dengan lelaki pezina atau lelaki musyrik. Hal itu diharamkan bagi seorang mukmin.”[1]
Secara eksplisit ayat ini jelas menyatakan larangan menikah dengan wanita yang pernah berzina. Itulah sebabnya si penanya menjadi ragu-ragu ketika hendak menikahi seorang perempuan yang ternyata sudah tidak perawan lagi karena pernah melakukan hubungan zina dengan lelaki yang dikenal sebelumnya.
Ismail bin Umar Ibnu Katsir Al-Qurasyi Ad-Dimasyqi dalam Tafsir Ibnu Katsir membandingkan ayat ini dengan QS An-Nisa’ 4:25 di mana Allah berfirman:
“…sedang merekapun wanita-wanita yang memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula) wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai piaraannya;”[2] Dalam konteks inilah Ibnu Katsir mengutip pendapat Imam Ahmad bin Hanbal demikian:
ﺫﻫﺐ ﺍﻹﻣﺎﻡ ﺃﺣﻤﺪ ﺑﻦ ﺣﻨﺒﻞ ، ﺭﺣﻤﻪ ﺍﻟﻠﻪ ، ﺇﻟﻰ ﺃﻧﻪ ﻻ ﻳﺼﺢ ﺍﻟﻌﻘﺪ ﻣﻦ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺍﻟﻌﻔﻴﻒ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﺒﻐﻲ ﻣﺎ ﺩﺍﻣﺖ ﻛﺬﻟﻚ ﺣﺘﻰ ﺗﺴﺘﺘﺎﺏ ، ﻓﺈﻥ ﺗﺎﺑﺖ ﺻﺢ ﺍﻟﻌﻘﺪ ﻋﻠﻴﻬﺎ ﻭﺇﻻ ﻓﻼ ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻻ ﻳﺼﺢ ﺗﺰﻭﻳﺞ ﺍﻟﻤﺮﺃﺓ ﺍﻟﺤﺮﺓ ﺍﻟﻌﻔﻴﻔﺔ ﺑﺎﻟﺮﺟﻞ ﺍﻟﻔﺎﺟﺮ ﺍﻟﻤﺴﺎﻓﺢ ، ﺣﺘﻰ ﻳﺘﻮﺏ ﺗﻮﺑﺔ
ﺻﺤﻴﺤﺔ ; ﻟﻘﻮﻟﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ : ﻭﺣﺮﻡ ﺫﻟﻚ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ
(Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwasanya tidak sah akad nikah laki-laki saleh yang menikahi wanita nakal (pezina) kecuali setelah bertaubat. Apabila wanita itu bertaubat maka sah akad nikahnya. Begitu juga tidak sah perkawinan wanita salihah dengan laki-laki pezina kecuali setelah melakukan taubat yang benar karena berdasar pada firman Allah dalam akhir ayat QS An-Nur 24:3.)[3]
Sementara itu Al-Husain bin Mas’ud Al-Baghawi dalam Tafsir Al-Baghawi menguraikan sejumlah perbedaan penafsiran dan ikhtilaf ulama dalam memahami ayat QS An-Nur 24:3 tersebut. Dari pendapat Ibnu Mas’ud yang mengharamkan menikahi wanita perzina sampai pendapat Said bin Al-Musayyab dan segolongan ulama yang membolehkan wanita pezina secara mutlak karena menganggap ayat 24.3 sudah di-naskh oleh QS Annur 24:23 yang berbunyi ” Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu…” .[4]
Selain itu, ulama yang membolehkan menikahi wanita pezina berargumen adanya hadits dari Sahabat Jabir sebagai berikut:
ﺃﻥ ﺭﺟﻼ ﺃﺗﻰ ﺍﻟﻨﺒﻲ – ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ – ﻓﻘﺎﻝ ﻳﺎ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻥ ﺍﻣﺮﺃﺗﻲ ﻻ ﺗﺪﻓﻊ ﻳﺪ ﻻﻣﺲ ؟ ﻗﺎﻝ : ﻃﻠﻘﻬﺎ ، ﻗﺎﻝ : ﻓﺈﻧﻲ ﺃﺣﺒﻬﺎ ﻭﻫﻲ ﺟﻤﻴﻠﺔ ، ﻗﺎﻝ : ﺍﺳﺘﻤﺘﻊ ﺑﻬﺎ . ﻭﻓﻲ ﺭﻭﺍﻳﺔ ﻏﻴﺮﻩ ” ﻓﺄﻣﺴﻜﻬﺎ ﺇﺫﺍ
Artinya: Seorang laki-laki datang pada Nabi dan berkata: “Wahai Rasulullah, istri saya tidak pernah menolak sentuhan tangan lelaki.” Nabi menjawab, “Ceraikan dia!”. Pria itu berkata: “Tapi saya mencintainya karena dia cantik”. Nabi menjawab: “Kalau begitu jangan dicerai.”[5]
Dari hadits ini, Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmuk menyimpulkan:
ﻭﺇﻥ ﺯﻧﻰ ﺭﺟﻞ ﺑﺰﻭﺟﺔ ﺭﺟﻞ ﻟﻢ ﻳﻨﻔﺴﺦ ﻧﻜﺎﺣﻬﺎ، ﻭﺑﻪ ﻗﺎﻝ ﻋﺎﻣﺔ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ، ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻠﻰ ﺑﻦ ﺃﺑﻰ ﻃﺎﻟﺐ : ﻳﻨﻔﺴﺦ ﻧﻜﺎﺣﻬﺎ ﻭﺑﻪ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﺤﺴﻦ ﺍﻟﺒﺼﺮﻱ ﺩﻟﻴﻠﻨﺎ ﺣﺪﻳﺚ ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺎﺱ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﺍﻟﺬﻯ ﻗﺎﻝ ﻟﻠﻨﺒﻰ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : ﺇﻥ ﺍﻣﺮﺃﺗﻲ ﻻ ﺗﺮﺩ ﻳﺪ ﻻﻣﺲ
(Apabila seorang lelaki berzina dengan istri orang lain, maka nikah perempuan itu tidak rusak (tidak batal). Ini pendapat kebanyakan ulama. Ali bin Abi Talib berkata: nikahnya rusak (batal) pendapat ini diikuti Al-Hasan Al-Bishri. Dalil kita adalah hadits Ibnu Abbas di mana seorang laki-laki yang istrinya berzina diberi pilihan oleh Nabi untuk mentalak atau tidak.)[6]
Pendapat Imam Nawawi di atas senada dengan pendapat Imam Syafi’i dalam Al-Umm yang menyatakan:[7]
ﻓﺎﻻﺧﺘﻴﺎﺭ ﻟﻠﺮﺟﻞ ﺃﻥ ﻻ ﻳﻨﻜﺢ ﺯﺍﻧﻴﺔ ﻭﻟﻠﻤﺮﺃﺓ ﺃﻥ ﻻ ﺗﻨﻜﺢ ﺯﺍﻧﻴﺎ ﻓﺈﻥ ﻓﻌﻼ ﻓﻠﻴﺲ ﺫﻟﻚ ﺑﺤﺮﺍﻡ ﻋﻠﻰ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﻟﻴﺴﺖ ﻣﻌﺼﻴﺔ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﻓﻲ ﻧﻔﺴﻪ ﺗﺤﺮﻡ ﻋﻠﻴﻪ ﺍﻟﺤﻼﻝ ﺇﺫﺍ ﺃﺗﺎﻩ ﻗﺎﻝ ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻟﻮ ﻧﻜﺢ ﺍﻣﺮﺃﺓ ﻟﻢ ﻳﻌﻠﻢ ﺃﻧﻬﺎ ﺯﻧﺖ ﻓﻌﻠﻢ ﻗﺒﻞ ﺩﺧﻮﻟﻬﺎ ﻋﻠﻴﻪ ﺃﻧﻬﺎ ﺯﻧﺖ ﻗﺒﻞ ﻧﻜﺎﺣﻪ ﺃﻭ ﺑﻌﺪﻩ ﻟﻢ ﺗﺤﺮﻡ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﻟﻢ ﻳﻜﻦ ﻟﻪ ﺃﺧﺬ ﺻﺪﺍﻗﻪ ﻣﻨﻬﺎ ﻭﻻ ﻓﺴﺦ ﻧﻜﺎﺣﻬﺎ ﻭﻛﺎﻥ ﻟﻪ ﺍﻥ ﺷﺎﺀ ﺃﻥ ﻳﻤﺴﻚ ﻭﺇﻥ ﺷﺎﺀ ﺃﻥ ﻳﻄﻠﻖ ﻭﻛﺬﻟﻚ ﺇﻥ ﻛﺎﻥ ﻫﻮ ﺍﻟﺬﻯ ﻭﺟﺪﺗﻪ ﻗﺪ ﺯﻧﻰ ﻗﺒﻞ ﺃﻥ ﻳﻨﻜﺤﻬﺎ ﺃﻭ ﺑﻌﺪﻣﺎ ﻧﻜﺤﻬﺎ ﻗﺒﻞ ﺍﻟﺪﺧﻮﻝ ﺃﻭ ﺑﻌﺪﻩ ﻓﻼ ﺧﻴﺎﺭ ﻟﻬﺎ ﻓﻲ ﻓﺮﺍﻗﻪ ﻭﻫﻰ ﺯﻭﺟﺘﻪ ﻟﺤﺎﻟﻬﺎ ﻭﻻ ﺗﺤﺮﻡ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻮﺍﺀ ﺣﺪ ﺍﻟﺰﺍﻧﻰ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﺃﻭ ﻟﻢ ﻳﺤﺪ ﺃﻭ ﻗﺎﻣﺖ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﻴﻨﺔ ﺃﻭ ﺍﻋﺘﺮﻑ ﻻ ﻳﺤﺮﻡ ﺯﻧﺎ ﻭﺍﺣﺪ ﻣﻨﻬﻤﺎ ﻭﻻ ﺯﻧﺎﻫﻤﺎ ﻭﻻ ﻣﻌﺼﻴﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻌﺎﺻﻲ ﺍﻟﺤﻼﻝ ﺇﻻ ﺃﻥ ﻳﺨﺘﻠﻒ ﺩﻳﻨﺎﻫﻤﺎ ﺑﺸﺮﻙ ﻭﺇﻳﻤﺎﻥ .
(Laki-laki hendaknya tidak menikahi perempuan pezina dan perempuan sebaiknya tidak menikahi lelaki pezina tapi tidak haram apabila hal itu dilakukan. Begitu juga apabila seorang pria menikahi wanita yang tidak diketahui pernah berzina, kemudian diketahui setelah terjadi hubungan intim bahwa wanita itu pernah berzina sebelum menikah atau setelahnya maka wanita itu tidak haram baginya dan tidak boleh bagi suami mengambil lagi maskawinnya juga tidak boleh mem-fasakh nikahnya. Dan boleh bagi suami untuk merneruskan atau menceraikan wanita tersebut. Begitu juga apabila istri menemukan fakta bahwa suami pernah berzina sebelum menikah atau setelah menikah, sebelum dukhul atau setelahnya, maka tidak ada khiyar [pilihan] untuk berpisah kalau sudah jadi istri dan wanita itu tidak haram bagi suaminya. Baik perzina itu dihad atau tidak, ada saksi atau mengaku tidak haram zinanya salah satu suami istri atau zina keduanya atau maksiat lain kecuali apabila berbeda agama keduanya karena sebab syirik atau iman.)
Waallahu'lam.
Referensi:
[1] ﺍﻟﺰﺍﻧﻲ ﻻ ﻳﻨﻜﺢ ﺇﻻ ﺯﺍﻧﻴﺔ ﺃﻭ ﻣﺸﺮﻛﺔ ﻭﺍﻟﺰﺍﻧﻴﺔ ﻻ ﻳﻨﻜﺤﻬﺎ ﺇﻻ ﺯﺍﻥ ﺃﻭ ﻣﺸﺮﻙ ﻭﺣﺮﻡ ﺫﻟﻚ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ
‏[ 2 ‏] ﻣﺤﺼﻨﺎﺕ ﻏﻴﺮ ﻣﺴﺎﻓﺤﺎﺕ ﻭﻻ ﻣﺘﺨﺬﺍﺕ ﺃﺧﺪﺍﻥ . Lihat Tafsir Ibnu Katsir.dalam menafsiri QS An-Nur 24:3.
[3] Ibid.
[4] Lihat Tafsir Al-Baghawi dalam menafsiri QS An-Nur 24:3.
[5] Ibid
[6] Imam Nawawi dalam Al-Majmuk 6/223
[7] Imam Syafi’i dalam Al-Umm , 5/13.

Kunjungi Channel Kami di SINI

Tidak ada komentar:
Write komentar